tag:blogger.com,1999:blog-77231036294071368432024-03-19T09:35:23.774-07:00SYAHRIAL NASUTIONSelamat datang para pejuang cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-47920418916774911532011-06-12T08:44:00.000-07:002011-06-12T09:14:31.119-07:00Mendekatkan Diri dengan Indonesia<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsqqiw27dU3liknVQRkLVJwhRX0UNSyBMMdhpfx4Q42CTyA5a5Y6KfaH-WqSQflHNh776KU74GWcyh4hlj0ojzT_VYoDcjHRvy7pjZOUeBbI2JGeF_RXN0TuRbvXQLmB4Eg0Z7gw1eQO8b/s1600/IMG00193-20110609-1013.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsqqiw27dU3liknVQRkLVJwhRX0UNSyBMMdhpfx4Q42CTyA5a5Y6KfaH-WqSQflHNh776KU74GWcyh4hlj0ojzT_VYoDcjHRvy7pjZOUeBbI2JGeF_RXN0TuRbvXQLmB4Eg0Z7gw1eQO8b/s200/IMG00193-20110609-1013.jpg" border="0" alt="id="BLOGGER_PHOTO_ID_5617366884349361634" /></a><br /><blockquote></blockquote>"Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri yang harus berusaha untuk merubahnya." <br /><br />Petikan firman Allah SWT dalam Alquran tersebut selalu terngiang di kepala saya manakala semakin mendekatkan diri dengan rasa syukur. Sulit menjangkau dengan akal dan ilmu yang saya miliki untuk mengagungkan kebesaran sang Rabby. Terutama mensyukuri nikmat dan karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada bangsa ini. <br /><br />Enam bulan sudah saya coba mendalami dan menggali rahasia Tuhan yang ada di dalam perut bumi di Kabupaten Kefamenanu, sekitar 190 km arah timur Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Takjub sekaligus tak henti-hentinya memuji Ashma Allah, betapa kayanya negeri ini dengan keindahan alam dan kekayaan tambang yang ada di dalamnya. Namun, tidak demikian halnya dengan rakyat Kefa.<br /><br />Hidup jauh dari ingar-bingar modernisasi, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan penduduk masih mendominasi daerah yang berbatasan dengan negara Timor Timur tersebut. Sentuhan pemerintah pusat untuk memanusiakan masyarakat Indonesia dengan gembar-gembor empat pilar bangsa yakni: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, senyap di sana.<br /><br />Kepiawaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjual citra tak masuk hitungan rakyat Kefa, khususnya di pedalaman Ponu, pedalaman Miamofo dan pedalaman Biboki. Seorang suami istri, giat menggali hamparan tanah mirip lobang sumur dengan bekal sebilah linggis di bawah panas terik matahari. Sementara seorang anak perempuan kecil sekitar lima tahunan menunggu di bibir lobang sambil bermain melempar batok kelapa dengan anjing kecilnya. Rambut keritingnya yang panjang terurai melambai seperti meledek merah-putih yang berkibar di halaman Istana Merdeka yang tak pernah kusut. <br /><br />Itulah gambaran keluarga kecil yang miskin dan didera kebodohan akibat himpitan hidup di pedalaman Miamofo Barat, persisnya di Desa Naiola. Setiap pagi sejak pukul 06.00 WITA mereka habiskan waktu sedikitnya dua jam dari kediaman menuju lobang tambang Mangan dan mengais batu untuk dijual kepada pengepul demi melanjutkan hidup. Ketika fajar mulai sirna, hari itu (9/6/2011) keluarga Lukas Eko beruntung mampu mengumpulkan 95 kg batu Mangan dalam ember bututnya. Mereka akan menjual batu tersebut Rp 1.000 per kg kepada pengepul. Entah, besok hari mereka akan mendapatkan nasib baik seperti hari ini.***NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-62329042116916463012010-07-11T01:17:00.000-07:002010-07-11T01:17:41.075-07:00http://www.eramuslim.com/berita/analisa/amdocs-perusahaan-israel-yang-berbisnis-di-indonesia-atas-izin-menkominfo.htm<a href="http://www.eramuslim.com/berita/analisa/amdocs-perusahaan-israel-yang-berbisnis-di-indonesia-atas-izin-menkominfo.htm">http://www.eramuslim.com/berita/analisa/amdocs-perusahaan-israel-yang-berbisnis-di-indonesia-atas-izin-menkominfo.htm</a><br /><br /><span class="fullpost"></span>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-65937384126721594182009-06-24T03:42:00.000-07:002009-06-24T03:45:37.534-07:00Kritisi SBY Kembali ke Proklamasi<div class="f_rubrik fleft">Wawancara</div><div class="f_date m10_top fleft">24/06/2009 - 06:04</div><div class="fright"> <!-- <a href="#" class="resetFont">reset</a> --> </div><br /><div class="f_author">R Ferdian Andi R</div> <div class="m10_top"> <div class="back_gray fleft m5_rb"> <div><img src="http://www.inilah.com/data/berita/foto/119389.jpg" /></div> <div class="m5">Syahrial Nasution<br />(<i>inilah.com</i>)</div> </div> <p><b>INILAH.COM, Jakarta - Proses demokratisasi di negeri ini tak lepas dari peran pers sebagai pilar keempat dalam kekuasaan negara, selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Alhasil pers sebagai salah satu pilar penting demokrasi, menjadi kebutuhan untuk bersikap kritis. </b></p> <p>Hal ini pula yang ditunjukkan oleh tabloid Indonesia Monitor, yang baru genap berusia satu tahun pada 5 Juli mendatang. Sikap kritis menjadi 'trade mark' tabloid yang 100% mengupas politik itu. </p> <p>“Tabloid ini memang kita persiapkan untuk pembelajaran politik kepada masyarakat,” kata Direktur Indonesia Monitor Syahrial Nasution saat berkunjung ke Redaksi <i>INILAH.COM</i>, Selasa (23/6). </p> <p>Setiap edisi, Indonesia Monitor selalu menyuguhkan tulisan kritis. Seperti soal bisnis keluarga SBY hingga bencana di era pemerintahan SBY. Menariknya, Syahrial saat Pilpres 2004 lalu memiliki peran besar dalam kemenangan SBY dalam mengelola media center SBY. </p> <p>Bagaimana menjaga eksistensi Tabloid Indonesia Monitor di tengah sikap kritisnya terhadap rezim? Berikut wawancara lengkapnya: </p> <p><i>Apa landasan Indonesia Monitor bersikap kritis terhadap pemerintah saat ini?</i></p> <p>Penerbitan tabloid ini sesungguhnya sudah lama kita siapkan di tengah minimnya pembelajaran politik di masyarakat. Terkait perebutan kekuasaan, paling tidak kita mendorong SBY mengembalikan nilai-nilai Proklamasi 1945. </p> <p>SBY ternyata ingin mempertahankan kekuasaan belaka. Tabloid ini bermaksud mewujudkan cita cita proklamasi, oleh sebab itu kami ingin mengkritisi SBY yang meninggalkan cita-citra proklamasi. Selain itu tentunya, kami ingin mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.</p> <p><i>Bagaimana Anda menyiasati untuk survive bisnis di satu sisi namun di sisi lain mempertahankan tabloid ini agar terus eksis? </i></p> <p>Monitor Indonesia berangkat dari ideologi dan perjuangan. Memang ada motif bisnisnya, tapi bukan yang utama. Kalau dari sisi bisnis jelas memilih bersikap kritis terhadap rezim tidak kena. </p> <p>Tapi dari sisi perjuangan sikap yang kami tempuh cukup efektif. Di sini, semangat nasionalisme digerakkan, simpati pasti ada dari masyarakat. Tabloid ini sebaga wahana kita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. </p> <p><i>Dengan pilihan sikap kritis terhadap rezim, apakah Anda tidak menghadapi teror? </i></p> <p>Kita mengupas masalah dari A sampai Z. Tentu kita akui, teror dalam bentuk ketidakpuasan karena pemberitaan sangat sering terjadi. Tapi tak kita tanggapi karena apa yang kita lakukan sesuai kaidah jurnalistik. </p> <p>Ada yang senang dan tidak senang. Dan publik boleh menyampaikan aspirasinya. Tapi perlu diingat kita tunduk dengan UU Pers, bagi yang melihatnya pun dari harus dengan UU Pers. </p> <p><i>Sudah berapa eksemplar tabloid anda? </i></p> <p>Setiap edisi minimal 80 ribu eksemplar dan rata-rata 100 ribu. </p> <p><i>Apa pandangan Anda soal pemerintahan SBY? </i></p> <p>Pemerintahan SBY tidak fokus pada cita-cita 'founding fathers'. Dalam konteks pilpres ini semakin nyata dengan pilihan cawapres Boediono yang tersematkan berpaham ekonomi neolib. Sepertinya saat ini SBY menjadikan kekuasaan sebagai tujuan. </p> <p>Dulu, saat Pilpres 2004, kebetulan kita ada di tim SBY, karena ideologi dan kesamaan perjuangan, cita-cita proklamasi. Ketika SBY menang dan cita-cita Founding fathers dengan Proklamasi 1945 tidak dijalankan, maka perjuangan kita tidak sejalan dengan SBY lagi dan kita mengalah. Kita bersikap kritis untuk kontrol demokrasi.</p> <p><i>Apa kesan Anda yang pernah bersama SBY saat pilpres 2004? </i></p> <p>Dulu saat membangun media center SBY, tak satupun sen dari SBY. Karena kita ada kesamaan perjuangan. Pada saat SBY terpilih, kita tidak minta apapun. Saat itu banyak sumbangan dari sukarelawan SBY, karena ada kesamaan perjuangan. </p> <p>Pada 2004, mudah koordinasinya. SBY dicitrakan sebagai presiden untuk rakyat, SBY untuk berjuang. Saat ini tidak, sebab hanya melanjutkan kekuasaan demi kepentingan sesaat. Bukan untuk perjuangan bagi rakyat. [E1]</p> </div>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-3104065029194555512008-10-29T00:54:00.000-07:002008-10-29T01:22:18.974-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5hfHWbqDXW9kZnMqw4w32GYDR0xjfZrJ26PM4HX_cegxN2-0nUDsgXaK_y4OOjkmd3H2u7lJbRNjT8JJijZe5jE_DyGBb5hMZkDskY4ny_0m9J3u9OjZqCk3Sq1MSHk_RBEw_23gDDQvG/s1600-h/16-12+indikator.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 423px; height: 313px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5hfHWbqDXW9kZnMqw4w32GYDR0xjfZrJ26PM4HX_cegxN2-0nUDsgXaK_y4OOjkmd3H2u7lJbRNjT8JJijZe5jE_DyGBb5hMZkDskY4ny_0m9J3u9OjZqCk3Sq1MSHk_RBEw_23gDDQvG/s200/16-12+indikator.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5262487754057830818" border="0" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: normal;"><b><span style=";font-family:";font-size:12;" lang="EN-US" ><o:p> </o:p></span></b></p><b><span style=";font-family:";font-size:12;" >Soetrisno</span></b><span style=";font-family:";font-size:12;" > Bachir (SB) memang masih malu-malu kucing menyatakan maju ke ajang Pilpres 2009. Namun, iklan, spanduk, dan baliho SB ada di mana-mana. Di spanduk dan baliho tersebut, wajah SB lebih dominan ketimbang logo Partai Amanat Nasional (PAN). Idealnya, seiring maraknya iklan, spanduk, dan baliho bergambar SB, popularitas dan tingkat keterpilihan (elektabilitas) terhadap juragan batik itu semakin meningkat. </span><span style=";font-family:";font-size:12;" >Tetapi, hasil <i>polling</i>berbicara lain. <o:p></o:p></span> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="Picture_x0020_4" spid="_x0000_s1026" type="#_x0000_t75" style="'position:absolute;margin-left:.35pt;margin-top:11pt;width:255.35pt;" wrapcoords="-127 0 -127 21461 21570 21461 21570 0 -127 0"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\admin\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png" title=""> <w:wrap type="tight"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--><span style=";font-family:";font-size:12;" >Penerus Amien Rais itu belum juga mampu menyodok papan tengah, apalagi papan atas capres yang akan dipilih rakyat. Hal itu terlihat di <i>polling </i> yang dilakukan<i> </i>Lembaga Survei Nasional (LSN) pada 20-27 September 2008. Sebanyak 400 responden berusia minimal 17 tahun dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan secara sistematis (<i>systematic random sampling</i>) dari buku telepon terbaru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" > Mereka berdomisili di 15 kota besar di seluruh Indonesia (Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Mataram, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Manado, Ambon dan Jayapura). Nirpencuplikan (<i>sampling error</i>) lebih kurang 4,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil <i>polling</i> ini tentu tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh masyarakat Indonesia.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Berdasarkan <i>polling</i> tersebut, pemilik slogan “Hidup Adalah Perbuatan” itu hanya dipilih oleh 0,8 persen responden dan harus puas berada di posisi ke-12. SB bahkan harus mengakui ketangguhan mantan Ketua Umum PAN Amien Rais yang berada di posisi ketujuh dengan dukungan 2,0 persen responden. Padahal, iklan SB lebih disukai publik ketimbang iklan Amien.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Setali tiga uang dengan SB, Rizal Mallarangeng yang dikenal lewat ikon RM09 juga tak mampu berbicara banyak di <i>polling.</i> Rizal berada di posisi ke-13 dengan tingkat elektabilitas sebanyak 0,5 persen. “<i>Message</i> (pesan) yang disampaikan Soetrisno Bachir dan Rizal Mallarangeng di iklan kurang mengena di hati dan pikiran publik,” ujar Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry kepada <i>Indonesia Monitor</i>, Kamis (9/10).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Kata Umar lagi, apa yang dialami SB dan Rizal berbeda dengan tingkat elektabilitas Prabowo Subianto yang berada di posisi ketiga dengan 14,2 persen dukungan responden. Menurut Umar, iklan Prabowo sangat manjur.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Sebanyak 79,9 persen publik mengaku suka terhadap iklan Prabowo yang mengandung pesan-pesan simpatik mewakili masyarakat petani, nelayan dan pedagang pasar tradisional. Sementara, yang menyukai iklan SB sebanyak 44,3 persen, SBY (44,0), Wiranto (39,4), Rizal Mallarangeng (31,3), Jusuf Kalla (24,6), Amien Rais (19,8), dan Yusril Ihza Mahendra (16,8). <!--[if !supportLineBreakNewLine]--> <!--[endif]--></span><span style=";font-family:";font-size:12;" ><o:p></o:p>Orang dekat SB, Viva Yoga Mauladi mengatakan, survei itu sifatnya dinamis. Kata Yoga, dia tak heran popularitas dan elektabilitas SB kalah dari Amien Rais. “Karena Pak Amien itu <i>kan</i> rekam jejaknya sudah sangat panjang. SB <i>kan</i> serius di politik sejak menjabat sebagai Ketua Umum PAN,” ujar Yoga kepada <i>Indonesia Monitor</i>, Kamis (9/10).</span><span style=";font-family:";font-size:12;" > </span><span style=";font-family:";font-size:12;" >Wasekjen PAN itu menambahkan, partainya tidak berpatokan pada satu lembaga, karena lembaga survei satu dengan yang lainnya berbeda. “Survei itu merupakan vitamin buat PAN, karena penting buat mengukur siapa diri kita. Tapi jangan lupa survei itu dinamis dan selalu berubah,” ujarnya.(*)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="line-height: 115%;font-size:12;" ><o:p> </o:p></span></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-47619253180358631102008-10-21T09:49:00.000-07:002008-10-21T09:54:55.140-07:00Edisi 22-28 Oktober 2008<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIfTIOPwmNV0U_npJST3-Adg07aT9qFk8Kjp8zbpqc0jyLxZGA0_GWvwR37SOm1_wWTbUOuURkdU29kywPIDFccYnBLXEZ0KDO59_pnao8YIJJJ7xFxmjm5ltgQ-4TSIm1jXvtTAEjeL_s/s1600-h/MONITOR.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIfTIOPwmNV0U_npJST3-Adg07aT9qFk8Kjp8zbpqc0jyLxZGA0_GWvwR37SOm1_wWTbUOuURkdU29kywPIDFccYnBLXEZ0KDO59_pnao8YIJJJ7xFxmjm5ltgQ-4TSIm1jXvtTAEjeL_s/s200/MONITOR.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5259650855114900450" border="0" /></a><br /><img src="file:///C:/Users/Syahrial/AppData/Local/Temp/moz-screenshot-5.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/Users/Syahrial/AppData/Local/Temp/moz-screenshot-6.jpg" alt="" />NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-15179582751903548352008-10-10T02:45:00.000-07:002008-10-10T02:57:45.328-07:00Presidential contenders get professional touch<p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 13.5pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Straits Times - June 4, 2004<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Devi Asmarani, Jakarta -- Professionals, not just politicians, are running the show for the election. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Presidential contenders have been relying on their team of political strategists, public relations consultants and advertising experts ahead of the July 5 election. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The candidates set up think-tanks for campaign strategies and seek professional advice to polish their public image. Pundits help formulate their platforms and senior journalists are hired to run their media centres. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The first-ever direct presidential election in Indonesia has prompted the five contenders to employ modern campaigning approaches to boost their popularity and win the ground. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Some campaign teams have sought help from more experienced ones abroad, collecting campaign formats of successful presidential candidates in countries such as the United States and the Philippines. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">But of all the contenders, National Mandate Party chairman Amien Rais can proudly claim to be the pioneer in this new battle for the presidency. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Unlike others, who only began to seriously market themselves for the top post early this year, Dr Amien started the groundwork for the contest in 2001, when he established the Amien Rais Centre think-tank. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The centre at the time started formulating a design format for his 2004 presidential campaign, knowing that the allotted official 30-day campaigning session this month would not be sufficient to promote the National Assembly Speaker across the sprawling archipelago. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The centre's chairman, Mr Jeffrey Geovanie, told The Straits Times: "First thing we did was to make a standard portrait of [Dr] Amien so that everyone across the country will instantly recognise him when they see his picture." At the centre's suggestion, Dr Amien began making personal trips to various countries to meet influential figures there. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">"We want him to actively clarify to the international community that he was not a fundamentalist as he had been misrepresented in the foreign media," Mr Geovanie said. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The institution monitors media and public perception on Dr Amien, and makes sure his public statements are consistent and centrist. He also started making overseas trips two years ago to participate in various cultural programmes. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">It was also two years ago when he began what later become his trademark -- visiting wet markets. It was a move that incumbent President Megawati Sukarnoputri has seemingly emulated this week. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Mr Geovanie is not a member of Dr Amien's official campaigning team, which was established late last month, but some members of the Amien Rais Centre have joined the campaigning team. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Dr Amien's campaigning team is made up of political scientists Rizal Sukma and Irman Lanti, as well as renowned economists Didiek Rachbini and Dradjat Wibowo. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Similarly, the incumbent President's think-tank, the Mega Centre, comprises academics such as Mr Cornelis Ley, her long-time political adviser, historian Hermawan Sulistyo and economist Sri Adiningsih, as well as several Cabinet ministers. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The Mega Centre monitors public opinion polls, advises Ms Megawati on campaign strategies and formulates political and economic platforms. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Leading contender Susilo Bambang Yudhoyono has his own SBY Information Centre. Named after his initials, the centre groups people from various backgrounds, such as law and communication. Former journalist <b><i>Syahrial Nasution</i></b> is one of them. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">"It is basically an SBY fan club and we are all volunteers because of our personal relations with him," Mr Syahrial, the centre's managing executive, told The Straits Times. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">The Wiranto camp has also hired senior journalists to run its Wiranto Media Centre, which is one of the most efficient of all the think-tanks. The centre has been quick in sending out information and organising press briefings. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Political campaign management may have yet to become an industry in Indonesia, as in other more developed democracies, but Mr Geovanie said it would soon become a norm as the country adopts a new set of electoral systems. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">"Right now, professionals join the presidential contenders' team out of personal sympathy or political connection. But in the future, when even governors or regents will be elected directly by the people, it is natural that there will be demand for professional services for campaign management," he said. </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Strategists: Men behind candidates</span></b><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"> </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Susilo Bambang Yudhoyono </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Sukosudarso: PDI-P politician who crossed over to support Mr Bambang's bid. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Rachmat Witoelar: A Golkar founder, former ambassador to Russia. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Joyo Winoto: Former official at the National Development Planning Agency. <o:p></o:p></span></li></ul> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Wiranto </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Fachrul Razi and Suaidi Marasabessy: Retired generals. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Rizal Ramly: Economic czar in Abdurrahman Wahid's Cabinet. <o:p></o:p></span></li></ul> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Megawati Sukarnoputri </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Cornelis Ley: Political strategist. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Sri Adiningsih and Anggito Abimanyu: Economic advisers. <o:p></o:p></span></li></ul> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Amien Rais </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Rizal Sukma: Political strategist. <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Dradjat Wibowo and Didiek Rahbini: Economic advisers. <o:p></o:p></span></li></ul> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Hamzah Haz </span><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman","serif"; color: white; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;"><o:p></o:p></span></p> <ul type="disc"><li class="MsoNormal" style="color: white; line-height: normal;"><span style="background: maroon none repeat scroll 0% 50%; font-size: 12pt; font-family: "Arial","sans-serif"; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">La Ode Kamalludin: Adviser to Vice-President Hamzah Haz.(*) <o:p></o:p></span></li></ul> <p class="MsoNormal"><span style="color: white;"><o:p> </o:p></span></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-70715577798352568052008-10-10T02:39:00.000-07:002008-10-10T02:41:23.411-07:00Suko Sudarso: Tidak Logis Saya Bertemu Adelin Lis di Cikeas<span class="date">Sabtu, 22/12/2007 19:31 WIB</span><br /> <span class="judul"></span><br /> <span class="reporter"> <strong>Luhur Hertanto</strong> - detikNews<br /></span><strong><br />Jakarta</strong> - Suko Sudarso membantah tudingan Gus Dur bahwa ia pernah menerima Adelin Lis di kediaman pribadi Presiden SBY. Ia bahkan sama sekali tidak mengenal bekas terdakwa kasus pembalakan liar dan buronan kasus pencucian uang itu.<br /><br />Bantahan di atas disampaikan Syahrial Nasution --anak angkat Suko Sudarso-- kepada detikcom dalam pembicaraan telepon, Sabtu (22/12/2007) petang.<br /><br />"Logikanya saja, apakah mungkin saya bisa meminjam rumah Pak SBY yang presiden itu? Saya sendiri tidak mengenal Adelin Lis, kok bisa-bisanya ada pertemuan dengan dia. Jadi secara logika tidak mungkin saya mengadakan pertemuan dengan Adelin Lis, apa lagi pertemuannya di Cikeas," ujar Syahrial mengutip pernyataan Suko yang dipercayakan padanya untuk disampaikan menjawab konfirmasi wartawan.<br /><br />Syahrial mengakui bahwa ia dan Suko Sudarso pernah aktif dalam tim sukses SBY saat pilpres 2004. Bersama Choirul Anam (eks. Ketua DPW PKB Jatim, kini Ketum DPP PKNU) dan Syaifulloh Yusuf (mantan Sekjen PKB, kini komisaris BRI), tugas mereka berempat kala itu mengadakan pendekatan ke para kyai khos di daerah Tapal Kuda (Banyuwangi, Situbondo dan sekitar) yang merupakan kantong NU.<br /><br />Menurut Syahrial hubungan politik antara Suko Sudarso dengan SBY tidak berlanjut ke jenjang yang lebih jauh. Meski demikian hubungan secara pribadi antara keduanya tetap berlangsung baik.<br /><br />"Hubungan pribadi masih baik. Tetapi untuk urusan politik, masing-masing punya<br />pilihan sendiri," ujarnya tanpa bersedia menjelaskan penyebab putusnya kongsi Suko Sudarso-SBY.<br /><br />Nama Suko Sudarso mulai muncul di media massa terkait keterlibatannya dalam korupsi kasus Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bulog (Yanatera) pada 2000 silam. Kasus yang kemudia di kenal dengan sebutan Buloggate itulah yang menggulingkan Gus Dur dari kursi RI 1 pada 2001.<br /><b>(lh/bal)</b>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-47514747820135754492008-10-10T02:34:00.000-07:002008-10-15T03:36:43.673-07:00Pembantu Lama Juga Berpikir Untuk Tinggalkan SBY<p style="color: rgb(0, 0, 0);" class="metadata"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; font-weight: bold;">October 17, 2004 in <a href="http://wordpress.com/tag/berita/" title="View all posts in BERITA">BERITA</a></span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">REAKSI tak puas juga diperlihatkan kelompok yang selama ini mendampingi SBY. Kita sebut mereka dengan istilah kelompok pembantu lama. Seperti PKS, mereka juga mempertimbangkan akan mengundurkan diri dari Cikeas. Pengunduran diri itu akan dilakukan dalam waktu dekat.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">“Kami khawatir kabinet yang akan terbentuk nanti tidak akan mencerminkan semangat perubahan yang dinanti-nanti rakyat. Mengapa klik yang selama ini menjadi masalah bagi bangsa kita sampai dipertimbangkan. Dalam beberapa hari ini kami akan pamit,” kata Ketua Media Center SBY-JK, Syahrial Nasution, tadi malam.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Menurut Syahrial, anggota kelompok lainnya yang juga tengah mempertimbangkan langkah pengunduran diri adalah Suko Sudarso, Rachmat Witolear, M. Djali Yusuf dan Agus Tagor.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Syahrial bercerita, Jumat malam lalu sekitar pukul 23.00 WIB, dirinya dan Suko bertemu dengan SBY. Dalam pertemuan itu, SBY kembali menegaskan dirinya yang akan menentukan menteri di kabinet. “Saya tidak bisa didikte siapapun. Soal nama dan posisi adalah keputusan presiden,” kata SBY saat itu seperti ditirukan Syahrial.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">“Meski SBY punya kemampuan di atas rata-rata, toh sebagai manusia tetap bisa salah. Oleh karena itu SBY perlu forum dimana orang-orang yang tidak punya pamrih dan selama ini dekat dengan dia, seperti Suko Sudarso dan Rachmat Witoelar, diajak bicara,” ujar Syahrial lagi.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Dari dalam Cikeas terdengar kabar betapa panasnya suhu politik sepanjang hari kemarin. Kehadiran bekas Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang pernah ikut Konvensi Capres Golkar awal tahun lalu, Aburizal Bakrie dan pengusaha Rachmat Gobel mengagetkan sementara kalangan di Cikeas.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Mereka menduga, keputusan SBY untuk mempertimbangkan Aburizal merupakan bagian dari manuver politik yang dilancarkan “klik Golkar” di sekitar SBY.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">“Skenario ini memang disusun oleh mereka untuk menguasai pemerintahan dan parlemen. Setelah ini mereka akan mendudukkan orang mereka, yang juga pernah ikut Konvensi Golkar sebagai Ketua Umum Golkar dalam Munas mendatang. Ini skenario jangka panjang untuk menguasai parlemen, Golkar dan berhadapan dengan SBY,” kata sumber lain di Cikeas.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Seorang anggota Paspampres juga disebutkan kaget saat sebuah mobil berhenti di depan kediaman SBY. Sebab, yang keluar dari mobil adalah seorang pengusaha yang selama ini, menurut si Paspampres, menjelang Pilpres 2004 sering nongkrong di Teuku Umar, kediaman Megawati. “Kami juga punya banyak bukti bahwa dia (pengusaha itu, red) dekat dengan Teuku Umar,” ujar sumber itu lagi.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Bekas Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA) Mayjen (pur) Syamsir Siregar yang juga dikenal sebagai pembantu lama SBY, tak mau berkomentar panjang soal perasaannya menyusul pemanggilan calon menteri SBY. Beberapa hari lalu Syamsir mengatakan bahwa kini banyak maling yang merapat ke SBY. “Hubungi saja teman yang lain. Saya tak bisa berkomentar,” katanya saat dihubungi tadi malam.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Dari luar pagar Cikeas, anggota Fraksi PAN di DPR Dradjad H Wibowo mengatakan, langkah SBY mengangkat ekonom Mari Pangestu sebagai menteri merupakan kesalahan besar. Dia menyebut paham neoklasik yang diyakini Mari sangat berbahaya bagi pembangunan <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Paham neoklasik ini percaya pada liberalisasi dan sangat pro pada terapi ekonomi Internasional Monetary Fund (IMF), yang terbukti malah memperburuk krisis ekonomi.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Aliran neoklasik juga sangat percaya pada privatisasi, dan selalu mengambil keputusan mencabut subsidi pada rakyat bila pemerintah mengalami kesulitan fiskal.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">“Industri yang tidak bisa bersaing seperti PT Dirgantara cenderung akan ditutup atau diprivatisasi,” ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) ini saat dihubungi tadi malam.</span><o:p></o:p></p> <u1:p style="color: rgb(0, 0, 0);"></u1:p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);"><span style="background: yellow none repeat scroll 0% 50%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial;">Dradjad juga mengeluarkan ancaman. Katanya, jika Mari sampai ditunjuk sebagai menteri ekonomi, dirinya dan beberapa anggota DPR akan menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dibuat ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) itu. <b>GUH/IMI <em>Rakyat Merdeka, 17 Oktober 2004</em></b></span><o:p></o:p></p> <p style="color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-80387946180153815512008-09-17T23:06:00.000-07:002008-09-17T23:26:21.316-07:00Taktik Usang Politik Uang<p style="font-family: arial;" class="MsoNormal" align="justify"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><div classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></div> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Times; panose-1:2 2 6 3 5 4 5 2 3 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:536902279 -2147483648 8 0 511 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Times; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> <!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </p> <p face="arial" size="14px" style="color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/admin/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot-2.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/admin/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot-3.jpg" alt="" /><img src="http://www.indonesia-monitor.com/main/images/stories/gallery/indikator/foto%20naskah%201%20edisi10.jpg" style="float: left; width: 390px; height: 256px;" alt="Image" title="Image" border="0" hspace="6" /></p><div align="justify"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Times; panose-1:2 2 6 3 5 4 5 2 3 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:536902279 -2147483648 8 0 511 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Times; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> <!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </div><p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><br /></p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(255, 255, 255);" class="MsoNormal">Biasanya, pagi hari jelang pencoblosan, kader-kader partai politik gemar melakukan serangan fajar ke rumah-rumah penduduk. Tujuannya, agar pemilik rumah yang didatangi kader parpol sudi mencoblos partai bersangkutan dengan imbalan materi.<br /><br />Namun, jangan harap jurus seperti itu akan laku lagi dalam Pemilu 2009. Sebab, kini para pemilih tak lagi mempertimbangkan faktor imbalan materi dalam memilih satu parpol.<br /><br />Imam (27 tahun), warga Cileduk, Tangerang, Banten, mengaku kapok memilih sebuah partai dengan imbalan uang Rp 50 ribu. “Ternyata, setelah partai itu menang, keadaan nggak juga berubah. Nyesel saya menjual suara dengan uang lima puluh ribu,” ujar Imam.</p> <p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(0, 0, 0);" class="MsoNormal"><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-family:arial;" > </span> </p><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><div classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></div> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Times; panose-1:2 2 6 3 5 4 5 2 3 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:536902279 -2147483648 8 0 511 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Times; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> <!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> </div><span style="color: rgb(255, 255, 255);font-family:arial;" >I<span style="font-size:100%;">mam tak sendirian. Setidaknya, masih banyak lagi rakyat yang tak ingin terjerat politik uang. Setidaknya, hal itu tergambar dalam survei yang digelar Reform Institute pada Juni-Juli 2008. Sebanyak 2.159 responden ditanya tentang pertimbangan mereka saat memilih partai politik</span></span><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><p style="font-family: arial; font-size: 14px; color: rgb(255, 255, 255);" class="MsoNormal" align="justify"><br />Hasilnya, sebanyak 25,8 persen responden menjawab memilih partai setelah mempertimbangkan programnya. Sementara, yang memilih partai karena pertimbangan mendapat imbalan materi hanya 1,0 persen responden.</p><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><div style="font-family: arial; color: rgb(255, 255, 255);" align="justify"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0);font-family:arial;font-size:14px;" class="MsoNormal" align="justify"><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay mengaku gembira dengan hasil survei tersebut. “Artinya, tingkat kesadaran masyarakat sudah semakin tinggi,” ujar Hadar kepada Indonesia Monitor, Sabtu (30/8).</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Masalahnya, kata Hadar, selama ini masyarakat seringkali berpikir pragmatis. “Masyarakat kita masih sangat polos dan sederhana. Ketika sudah menerima uang dari salah satu partai atau elite maka mereka pasti akan memilih.”</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Hal senada dikatakan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jeirry Sumampow. Menurut Jeirry, betul bahwa kesadaran politik rakyat sudah meningkat ketimbang pemilu-pemilu sebelumnya.</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Namun, masyarakat yang menerima materi atau imbalan dari partai atau elite politik tetapi tidak akan memilih elite atau partai politik yang bersangkutan juga ada.</span><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">“Misalnya, ada lima calon atau partai yang memberinya materi, maka semuanya akan diterima, tapi tidak menjamin masyarakat akan memilih partai atau calon tersebut,” ujar Jeirry.</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Ke depan, Jeirry berharap pengaruh uang dalam menentukan pilihan semakin kecil.</span><span style="color: rgb(255, 255, 255);"> </span><span style="color: rgb(255, 255, 255);">“Masyarakat kita memang sangat pragmatis tapi juga sangat menginginkan perubahan. Mereka tentunya ingin memilih partai atau calon sesuai dengan hatinya. Dengan harapan akan terjadi perubahan lebih baik,” ujarnya.</span><span style="color: rgb(255, 255, 255);"> </span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 255, 255);">Yang terpenting, perubahan perilaku elite politiklah yang sebenarnya diharapkan. Jangan sampai mereka terus menganggap suara rakyat bisa dibeli dengan uang. Kalau itu yang terjadi, para elite politik sama saja telah menghina rakyat sendiri.(</span><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 255, 255);">Indonesia Monitor</span><span style="color: rgb(255, 255, 255);">)</span><br /></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-41784625417340072622008-09-11T00:15:00.003-07:002008-09-11T00:39:24.490-07:00Para Pejabat Anggap Ayin Seperti Virus Burhanudin: Keadilan Cuma Ada di Akhirat<p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><b style=""><span style=";font-family:";font-size:12;" >Catatan: Syahrial Nasution</span></b><span style=";font-family:";font-size:12;" > </span><span style=";font-family:";font-size:12;" lang="EN-US" ><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh67ma9eBgT8u68B8FDEOMsg44pACqMEUMJpx03RL-vA5M8gDzxB7Y3BEKuJgpboRScCKBffoXmx6LPdi0dhmssaqz-vdFhO0O2xLxDQsuL7kENiGJ-FH2bmUg_xcJhfaGJrhUMbS7hbP0U/s1600-h/AYIN-BA.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 302px; height: 201px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh67ma9eBgT8u68B8FDEOMsg44pACqMEUMJpx03RL-vA5M8gDzxB7Y3BEKuJgpboRScCKBffoXmx6LPdi0dhmssaqz-vdFhO0O2xLxDQsuL7kENiGJ-FH2bmUg_xcJhfaGJrhUMbS7hbP0U/s200/AYIN-BA.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5244662967694934594" border="0" /></a><span style=";font-family:";font-size:12;" ><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">90 Menit Bersama Ayin dan Burhanudin di Tahanan Mabes Polri</span></span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" ><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="Picture_x0020_1" spid="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" style="'width:284.25pt;height:165.75pt;visibility:visible;mso-wrap-style:square'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\admin\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png" title=""> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--></span><i style=""><span style=";font-family:";font-size:12;" >Menikmati hidup di sebuah ruang sempit dan pengap berukuran tak lebih dari 2x3 meter barangkali tak pernah terlintas dalam benak Artalyta Suryani atau akrab disapa Ayin. Pengusaha wanita asal Lampung yang belakangan menjadi pusat pemberitaan di tanah air ini berusaha untuk tetap memperlihatkan wajah tegar ketika <span style="">Indonesia Monitor</span> menjenguknya di ruang tahanan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim), Mabes Polri, Jumat (29/8) pekan lalu.<o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Tanda waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB. Mengenakan <i>t-shirt </i>putih dipadu celana panjang abu-abu, Ayin menyodorkan sebuah kursi plastik merah tepat di depan pintu kamar tahanannya. "Silakan duduk di sini ya. Beginilah keadaan di sini, duduk seenaknya saja. Apa kabar," katanya membuka pembicaraan. Saya jawab dengan nada agak pelan,"kabar baik." Saya masih belum percaya, kalau wanita yang saya kenal sejak sekitar lima tahun lalu tersebut harus melewati aktivitas kehidupannya dari balik jeruji besi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Di kalangan <i>jet-set</i> di Jakarta, apalagi di Lampung, nama Ayin begitu tersohor. Selain punya hubungan khusus dengan konglomerat Sjamsul Nursalim, yang diduga ikut mengemplang duit Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Ayin memang sudah lebih dulu dikenal sukses dengan berbagai kegiatan bisnisnya. Dan kedekatannya dengan sejumlah petinggi negeri ini menjadi poin tersendiri sehingga membuat sosok yang selalu tampil modis itu kerap disegani kawan maupun lawan bisnis.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Namun, sejak awal Maret lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah telah menghancurkan reputasi wanita berperawakan kecil tersebut. Setelah KPK menggerebek praktik dugaan suap sejumlah 660 ribu dolar AS yang dilakukan Ayin terhadap jaksa Urip Tri Gunawan (salah seorang jaksa kasus BLBI yang menangani perkara Sjamsul Nursalim), nama Ayin bak virus yang harus dihindari. Sejumlah kalangan pejabat negara yang kerap berhubungan dengan Ayin mengaku tidak lagi mengenal sosok yang namanya sempat tercantum sebagai bendahara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. "Kalau mereka tidak bersedia membantu meringankan persoalan saya, tidak masalah. Semua yang saya alami ini adalah risiko. Tapi janganlah mereka membuat saya menjadi sakit hati," paparnya ketika ditanya soal sejumlah pejabat yang kerap berhubungan dengan Ayin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Apa yang membuat Ayin sakit hati? Menurutnya, pengingkaran terhadap sebuah persahabatan akan terus tercatat dan tidak mungkin bisa dilupakan. Karena, hal itu berarti pengkhianatan. Dia menyebutkan nama seorang pejabat tinggi negara di kawasan Senayan. "Asal Anda tahu, sebelum suaminya menjabat (Ayin menyebut nama sebuah lembaga tinggi negara) istrinya setiap pagi telepon saya. Ada saja yang dia butuhkan dari saya supaya suaminya bisa mendapatkan jabatan tersebut. Setelah saya dalam kesulitan, kok bisa-bisanya dia bilang tidak kenal saya dan berkomentar yang sangat menyakitkan soal diri saya. Seolah-olah dia itu manusia paling suci di negara ini," tandasnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Pengakuan Ayin ini, hanya satu dari sekian banyak contoh pejabat yang buang badan ketika dirinya ketiban sial. Sederet nama penting rupanya cukup banyak yang bersandar pada kekuatan logistik Ayin untuk memperlancar karier para pejabat tersebut. Cukup mencengangkan memang, hampir di tiap lembaga berpengaruh seperti Polri, Kejaksaan Agung, TNI, DPR dan sederet posisi penting lainnya, bahkan salah satu petinggi KPK pun ternyata punya hubungan yang khusus dengan Ayin. <i>Lantas, kenapa Anda mendapatkan vonis yang maksimal?</i> "Itu di luar kemampuan saya untuk menganalisanya," timpal Ayin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Disinggung soal beredarnya foto-foto dirinya dengan sejumlah petinggi negara saat ini seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri Jenderal Sutanto, Ayin merasa hal itu sebagai suatu hal yang biasa. Kehadiran mereka, menurut Ayin, tentu atas undangan dirinya dan keluarga. Sebab, foto-foto tersebut diambil saat berlangsungnya acara resepsi pernikahan anaknya. Suatu kebanggan jika pejabat negara bisa hadir untuk mengucapkan doa restu kepada mempelai yang sedang berbahagia. "Apakah dengan foto-foto tersebut lantas bisa dikatakan saya menguasai mereka," tanya Ayin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Sambil sesekali membenarkan posisi rambut yang terurai, tampak sekali wajahnya memendam perasaan kesal dan sedih atas kondisi yang dialami saat ini. Namun, Ayin merasa dirinya hanya sedang ketiban sial dan siap menempuh langkah hukum selanjutnya untuk membela diri dan mendapatkan keringanan hukuman. "Yang pasti, saya tidak pernah menggelapkan uang negara dan bukan juga seorang koruptor," tandasnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Setelah hampir tiga perempat jam mengunjungi sel Ayin, Indonesia Monitor juga berkesempatan berbincang dengan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanudin Abdullah. Jarak antara sel tempat penahanan Ayin dengan Burhan, hanya terpisah beberapa blok. Kala itu, Burhan tengah menerima kunjungan beberapa kerabatnya. Namun, mereka segera memohon diri ketika saya menghampiri insinyur lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung tersebut. Mengenakan kemeja hitam lengan panjang dan bercelana jeans warna gelap Burhan yang sejak usai Shalat Jumat merasa lebih nyaman berada di luar kamar selnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >"Waktu saya habis di sini sudah lima bulan untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Padahal, jika di luar (penjara) saya bisa berbuat lebih banyak untuk negeri ini. Jika saya harus menanggung ini (kasus aliran dana BI kepada DPR –<i>red</i>) seharusnya bisa dilihat secara utuh. Sebab, yang saya lakukan tidak ada untuk kepentingan pribadi ," kata lelaki asal Garut, Jawa Barat tersebut mencoba membuka pembicaraan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Lain Ayin, lain pula Burhan. Jika Ayin memang tipikal pengusaha yang kerap berbicara segala hal berdasarkan persepsi untung-rugi, Burhan yang birokrat tulen justru menilai segala sesuatu berdasarkan kinerja. Dengan posisinya yang sudah sampai di puncak karier sebagai mantan Menteri Koordinator Perekonomian di penghujung pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan mantan Gubernur BI sekitar empat bulan lalu, pikirannya tetap tak bisa lepas dari kondisi bangsa yang menurutnya dalam keadaan tidak menentu. Pidato kenegaraan yang dibacakan Presiden SBY di hadapan anggota DPR menjelang hari kemerdekaan ke- 63 RI Agustus lalu, dinilainya hanya berbasis politik. Mantan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini sepakat jika Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang disusun tim ekonomi SBY mencapai Rp 1.400 triliun tidak lebih dari sekadar jargon alias kampanye.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >"Tidak berbasis kinerja dan tidak strategis. Bagaimana pencapaian-pencapaian kebijakan ekonomi tersebut dapat dilakukan jika tidak ada hal-hal yang menjadi skala prioritas. Kalau semua persoalan ekonomi rakyat menjadi prioritas, itu kan sudah bukan lagi pertimbangan ekonomi," paparnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Sesekali, Burhan melepas kaca matanya, mengusap dahi dan kedua matanya dengan ibu jari dan telunjuk. Kepada <i>Indonesia Monitor </i>Burhan merasa dirinya bisa berbuat lebih banyak dari sekadar bintang tanda jasa Mahaputra yang sempat diterimanya dari negara beberapa waktu lalu. Dia mengaku sempat kesal atas apa yang dialami saat ini karena sepertinya tidak sebanding dengan apa yang sempat dia sumbangkan buat negara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >"Tapi, saya memang harus belajar ikhlas di sini (penjara- <i>red</i>). Saya juga sampaikan kepada teman-teman di dalam tahanan bahwa Allah SWT menciptakan kehidupan di dunia ini memang untuk tidak <i>fair</i>. Sehingga, meskipun kita benar, pengadilan manusia bisa saja membalikkan diri kita menjadi orang yang paling bersalah. Namun, keadilan sesungguhnya akan datang nanti di Padang Makhsyar (akhirat- <i>red</i>). Sayangnya, di sana nanti tidak ada wartawan sehingga tidak bisa diberitakan siapa yang benar dan salah ha…ha…ha..," katanya menghibur diri. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Di singgung soal besan Presiden SBY, Aulia Pohan, yang sampai saat ini masih bebas menghirup udara segar di luar penjara, Burhan hanya menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya tanpa beban. Menurutnya, dalam perkara aliran dana BI kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004, seolah-olah sudah di <i>frame</i> (batasi) bahwa persoalan ini akan berhenti sampai dirinya. Meski fakta-fakta persidangan menunjukkan sejumlah pejabat tinggi BI lainnya, termasuk Aulia, masuk dalam kategori yang paling bertanggung jawab dalam perkara tersebut, mereka tidak akan tersentuh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >"Pernah satu kali dalam pertemuan di Pengadilan Tipikor saat Pak Aulia menjadi saksi, dia katakan bahwa akan sekuat tenaga menghindar supaya tidak secara formal dinyatakan terlibat. Meskipun media dan fakta-fakta menyatakan dirinya ikut bersalah. Pendeknya, yang penting jangan sampai KPK menetapkan dia menjadi tersangka," ungkap Burhan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><i><span style=";font-family:";font-size:12;" >Anda kecewa?</span></i><span style=";font-family:";font-size:12;" > "Kecewa atau tidak saya kira tidak penting lagi. Karena saya harus menempuh ini semua dan akan membuktikan bahwa secara hukum saya tidak bersalah. Bahwa saya harus bertanggung jawab, inilah yang sedang saya lakukan," tandasnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Lantas, saat ditanya apakah sebagai pejabat tinggi negara ketika belum menghuni penjara tidak melakukan lobi tingkat tinggi kepada presiden atau wakil presiden, Burhan terdiam sejenak. Dia lantas menceritakan sebuah kisah di hari Jumat, saat dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun belum dipenjara, Gubernur BI diundang sarapan oleh Presiden SBY untuk membicarakan dampak ekonomi akibat kenaikan harga minyak. Dalam pertemuan tersebut Boediono yang saat itu masih menjabat Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta Mensekab Sudi Silalahi juga ikut hadir. Dalam pertemuan tersebut, semua berjalan lancar meski di hati Burhan sedang berkecamuk persoalan nasibnya yang sedang berada di ujung tanduk KPK.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Pertemuan kurang lebih satu jam tersebut dinilai Presiden SBY sangat memuaskan. Dan akan dibawa dalam sidang kabinet paripurna usai agenda sarapan antara Presiden SBY dengan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Karena Burhan bukan anggota kabinet, tentu saja dia tidak ikut agenda tersebut. Saat bersalaman usai pertemuan, SBY seperti sedang tidak tahu apa yang sedang dialami koleganya tersebut. Dengan santai dan tawa sumringah SBY meminta supaya bisa diaturkan waktu bermain golf dengan Burhan karena sudah lama keduanya tidak jalan bareng. "Saya tidak tahu apakah presiden sedang bercanda atau serius," ujarnya menghela napas panjang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; line-height: normal;"><span style=";font-family:";font-size:12;" >Banyak hal lainnya yang sempat dibicarakan dengan Burhan. Namun, rasanya tidak pas jika harus dibuka semua kepada publik. Tepat pukul 15.00 WIB terdengar bunyi lonceng dari pos penjagaan menandakan waktu bezuk sudah selesai. Sejenak bibir Burhan terkatup dan untuk selanjutnya dia hanya berujar, "Tongkat estafet masa depan negeri ini sudah saatnya berada di tangan generasi Anda. Kami-kami ini sudah saatnya melepaskan diri. Dan saya sudah siap untuk itu dan memberikan dukungan sekuat tenaga dari belakang," katanya.</span><span style=";font-family:";font-size:12;" lang="EN-US" >(*)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-17141208850532511372008-09-08T02:33:00.000-07:002008-09-08T02:41:00.793-07:00Kisah Menteri dan Ani Tukang Jamu<div style="color: rgb(0, 0, 0);" class="entry"> <div class="snap_preview"><p><strong style="color: rgb(255, 255, 255);">Andai kata yang pernah terucap bisa ditarik kembali, mungkin Taufiq Effendi akan melakukannya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, hingga ia harus merasakan sentilan istri presiden.</strong><br /></p> <blockquote> <div id="attachment_88" class="wp-caption alignleft" style="width: 310px;"><a href="http://anugue.files.wordpress.com/2008/08/ani-jamu2.jpg"><img class="size-medium wp-image-88" src="http://anugue.files.wordpress.com/2008/08/ani-jamu2.jpg?w=300&h=199" alt="Ibu Ani SBY dan Mbok Jamu" height="199" width="300" /></a><p style="color: rgb(255, 255, 255);" class="wp-caption-text">Ibu Ani SBY dan Mbok Jamu</p></div></blockquote> <p style="color: rgb(255, 255, 255);">Saat memberikan pembekalan kepada pengurus dan anggota DPR dari Partai Demokrat (PD) se-Indonesia di Hotel Sahid, Jakarta, Menneg PAN Taufiq Effendi tampak begitu kesal. Sebab, beberapa kali arahannya ditentang oleh salah seorang peserta. Berulang kali peserta yang juga pengurus DPP PD tersebut menyela dengan mengatakan, “Atas petunjuk Ibu Ani melalui SMS yang kami terima….”</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"><br />Mungkin, pengurus DPP PD tersebut rajin ber-SMS ria dengan Ani Yudhoyono, meski setelah SBY jadi presiden, Ani sudah tak lagi menjabat Wakil Ketua Umum PD. Entah kenapa, saat peserta tersebut kembali “menginterupsi”, Taufik lantas keceplosan, “Ani mana? Ani tukang jamu atau Ani gado-gado?” Ucapan spontan tersebut sempat membuat geeer forum pembekalan. Maklum, meski Taufiq memiliki selera humor tinggi, namun lontaran ‘nakal’ itu sama sekali tak diduga peserta pembekalan. “Sys NS dan Max Sopacua yang hadir dalam acara tersebut pun dibuat terpingkal-pingkal,” ujar sumber <em>Indonesia Monitor</em>.</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"> Tapi, banyolan Taufiq membawa sial. Tanpa diketahui olehnya, acara tersebut ternyata direkam. Parahnya, rekaman tersebut sampai ke Ani. Menurut sumber, Ibu Negara marah bukan kepalang. Tak kurang dari hitungan jam, SBY lantas menelepon Taufiq. Menurut sumber, SBY mengancam akan mencopot Taufiq sebagai Menneg PAN karena dinilai tidak beretika. Bahkan, sejak kejadian tersebut, hampir enam bulan SBY tidak menyapa Taufiq dan menolak menerima Taufik yang ingin menghadap meski untuk urusan dinas.</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"> Makanya, menjelang reshuffle jilid 1, nama Taufiq santer sekali terdengar akan terlempar dari kabinet. Namun, menurut sumber, Vence Rumangkang menyelamatkannya. Salah satu pendiri PD itu berjuang dengan melobi orang-rang sekitar SBY dan berhasil mengamankan pensiunan polisi bintang satu tersebut.<br />Namun, ketika dikonfirmasi, Vence membantah pernah menyelamatkan Taufiq dari reshuffle kabinet. “Oh, nggak kok. Nggak benar itu. Saya nggak pernah berhubungan dengan Pak Taufiq soal reshuffle. Bukan saya itu,” ujar Vence kepada Indonesia Monitor, Jumat (1/8) pekan lalu.</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"> Vence juga enggan dimintai komentarnya soal sosok Ani Yudhoyono. Ia mengaku tidak mau mengomentari orang karena hal itu sensitif. “Apalagi, sekarang saya nggak di Partai Demokrat. Kalau ngomong soal Ibu Ani, nanti saya ditelepon dan dimarahi Ibu Ani. Saya sekarang takut ngomongin orang, apalagi Ibu Ani,” ujar Vence yang sekeluarnya dari Partai Demokrat langsung mendirikan Partai Barisan Nasional (Barnas). Di situ, ia duduk sebagai ketua umum. Sementara, Sys Ns yang disebut-sebut hadir dalam acara itu mengaku pernah juga mendengar kisah ‘menteri dan Ani tukang jamu’ itu dari teman-temannya di PD. Namun, ia membantah jika ikut hadir di acara tersebut. “Nggak, saya nggak ada di situ,” ujarnya kepada Indonesia Monitor, Sabtu (2/8) pekan lalu.</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"> Menurut Bahauddin Thonti, salah satu pendiri Partai Demokrat, sebenarnya tak hanya Ani yang begitu superior di lingkaran presiden. Ada satu lagi yang begitu berpengaruh terhadap SBY, yaitu ibu mertua. Thonti mengisahkan, saat acara peringatan haul R Soekotjo (ayah SBY), di Pacitan, tahun 2001, ia ikut datang. Hj Sunarti Sri Hadiyah, ibu mertua SBY, juga ada di situ. Saat itu, SBY sedang makan di ruang keluarga, kebetulan Thonti berada di ruangan tersebut. Tak jauh dari tempat SBY duduk, masih di ruangan itu, ada ibu mertua SBY sedang duduk-duduk sambil istirahat. Tiba-tiba, janda mendiang Sarwo Edhie Wibowo itu memanggil SBY, “Mas Bambang…”<br />Belum sampai selesai Hj Sunarti mengucapkan kalimat lanjutan, SBY langsung beranjak dari tempat duduknya. Piring yang ada di tangannya langsung diletakan di atas menja. “Dalem, Bu,” ujar SBY sambil menghampiri ibu mertuanya.</p> <blockquote style="color: rgb(255, 255, 255);"><p><strong>“SBY terlihat begitu ketakutan terhadap mertuanya. Saat sang mertua memanggil namanya, SBY begitu terburu-buru. Padahal, ia sedang makan,” ujar Thonti.</strong></p></blockquote> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"> Namun, menurut Wakil Ketua Umum DPP PD Ahmad Mubarok, SBY tidak pernah disetir oleh siapapun, termasuk oleh Ani atau ibu mertuanya. “Saya pernah melihat sendiri secara langsung ketika Pak SBY menyuruh Ibu Ani untuk tidak ikut campur dalam satu masalah. Pak SBY bilang, ‘Ibu, yang seperti ini Ibu nggak usah ikut’,” ujar Ahmad Mubarok, menirukan ucapan SBY.</p> <p style="color: rgb(255, 255, 255);"><strong>Moh Anshari, Sri Widodo</strong><br />Sumber: <strong>Tabloid Indonesia Monitor</strong><br />Edisi 6 Tahun I/6-12 Agustus 2008</p> </div></div>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-87312550893089176842008-07-18T07:00:00.000-07:002008-07-18T11:26:57.676-07:00Aroma Selingkuh di Cipaku<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/sby-si31.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 203px; height: 271px;" src="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/sby-si31.jpg" alt="" border="0" /></a><br /><p class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style=""><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify;"><span style="">Senin (2/6) petang, mobil Volvo hitam berpelat B 2670 BS meluncur cepat ke halaman kantor Menko Polhukam di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Belum sempat berhenti benar, pintu belakang terbuka. Sang penumpang, Presiden SBY, bergegas keluar dan langsung masuk ke ruang utama, meninggalkan ajudan yang pontang-panting menguntitnya. </span><span style=""><o:p></o:p></span> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Mengenakan safari abu-abu lengan panjang dan celana hitam, raut muka SBY terlihat tegang. Dia hanya mengembangkan senyum kecil ketika masuk ruang rapat dan mempersilakan peserta rapat yang sudah lama menunggu untuk kembali duduk. “Kita mulai saja,” ujarnya sambil membuka-buka buku agenda. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Rapat koordinasi terbatas bidang Polhukam yang digelar mendadak pukul 17.20 WIB itu diagendakan membahas kasus tindak kekerasan yang dilakukan Komando Laskar Islam terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AK-KBB) di Monas, sehari sebelumnya. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Hadir dalam rapat itu Menko Polhukan Widodo AS, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kapolri Jenderal Sutanto, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kepala BIN Syamsir Siregar, Menhan Juwono Sudarsono, Mensesneg Hatta Rajasa, Menlu Hassan Wirajuda, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menseskab Sudi Silalahi, serta dua Jubir Presiden, Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal. Hadir pula Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Sebelum rapat berakhir pukul 19.10 WIB, terjadi perdebatan sengit membahas tindak kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban luka berat dari massa AK-KBB. Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala BIN memaparkan argumennya masing-masing, disusul Menteri Hukum dan HAM. SBY terlihat belum puas dengan argumen yang dilontarkan oleh para pembantunya itu. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Ketika perdebatan tak berujung pada kata sepakat, suasana rapat semakin memanas. Ruangan utama kantor Polhukam yang biasanya sejuk, petang itu terasa mendidih. Di saat suara gemuruh peserta rapat semakin memuncak, SBY tiba-tiba menyambar mikropon. “Sudah, sudah, Kapolri, Panglima TNI, semua diam. Masalah ini yang bisa menyelesaikan hanya Ibu Fadilah Supari,” tandas SBY. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Mendengar lontaran Presiden, semua jajaran menteri bidang Polhukam terhenyak. Tak ada satupun yang menyela atau mempertanyakan kenapa SBY menyebut nama Menteri Kesehatan itu. Melihat hal itu, SBY lantas melanjutkan kalimatnya, “Ibu Fadilah Supari mempunyai pengaruh kuat di kalangan ormas Islam, termasuk kalangan fundamentalis.” </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Entah karena faktor Siti Fadilah atau bukan, sepekan kemudian pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung tentang pembekuan Ahmadiyah. Pro-kontra kasus Monas pun akhirnya mereda. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Sebesar itukah <i>power</i> Siti Fadilah sehingga seorang SBY begitu mempercayakan penyelesaian masalah yang semestinya menjadi tanggung jawab Kapolri? Ada agenda apa sehingga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu memunculkan nama salah satu kader terbaik Muhammadiyah itu? </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Kecurigaan adanya agenda terselubung (<i>hidden agenda</i>) di balik sikap SBY yang “menganak-emaskan” Siti Fadilah mencuat karena munculnya sinyalemen-sinyalemen yang mengarah ke situ. Bahkan, kabarnya, SBY sudah “melirik” Siti Fadilah untuk dijadikan tandemnya di Pilpres 2009, menggeser posisi Jusuf Kalla. Ketertarikan SBY dengan sosok Siti Fadilah karena putri Solo itu dinilai cukup intelek, pekerja keras, dan pemberani. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Memang, sejak menjabat Menkes, 21 Oktober 2004 silam, Siti Fadilah beberapa kali membuat gebrakan berani. Bahkan, pemerintah AS dan organisasi kesehatan dunia (WHO) dibuat kebakaran jenggot dengan terbitnya buku Siti Fadilah: <i>Saatnya Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.</i> Maklum, buku setebal 206 halaman tersebut mengulas konspirasi pemerintah AS dan WHO dalam memanfaatkan virus flu burung H5N1 untuk pengembangan senjata biologis. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Siti Fadilah kembali membuat pemerintah AS berang dengan sikap tegasnya menentang perpanjangan kontrak kerjasama antara Departemen Kesehatan Indonesia dan Angkatan Laut AS dalam bentuk laboratorium penelitian Namru II. ”Keberadaannya tak membawa manfaat bagi bangsa Indonesia,” tegas Siti Fadilah saat raker dengan Komisi I DPR, Kamis (26/6) pekan lalu. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Tak hanya itu. Sinyalemen terbaru, menurut sumber <i>Indonesia Monitor</i>, atas restu SBY, Siti Fadilah telah membentuk semacam lembaga <i>think tank</i> yang berperan sebagai tim sukses menghadapi Pilpres 2009. Tim ini mempersiapkan Siti Fadilah sebagai kandidat cawapres mendampingi SBY. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Tim ini bergerilya dari sebuah rumah sederhana di kawasan elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Cipaku II No 13. Di markas ini, ada dua wanita yang berperan sentral, yakni Siti Amanah dan Nurhayati Pane alias Ani Pane.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Siti Amanah adalah teman kecil Siti Fadilah semasa SD dan SMP di Surakarta, Jawa Tengah. Hubungan keluarga Siti Amanah dan Siti Fadilah sangat dekat. ”Anak-anak Fadilah memanggil saya ’Bude’,” ujar Siti Amanah. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Di kalangan Departemen Kesehatan (Depkes), Siti Amanah yang biasa disapa dengan panggilan”Ibu Am” cukup dikenal, terutama yang terkait dengan kegiatan tender di lingkungan departemen tersebut. ”Dalam tim Cipaku, Amanah diberi tugas khusus sebagai <i>fund raising</i> alias pengolek dana untuk kegiatan tim sukses,” ujar sumber di lingkaran Menkes itu. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Sementara, Ani Pane, menurut sumber, dalam tim Cipaku keberadaannya sebagai wakil dari Partai Demokrat dan ”orang dalam” SBY. Ani disebut-disebut memiliki hubungan keluarga dengan Aulia Pohan, mantan Deputi Gubernur BI yang juga besan SBY. Ia sangat dekat dengan Ani Yudhoyono. ”Annisa Pohan (istri Letnan Satu Inf Agus Harimurti Yudhoyono) biasa memanggil Ani dengan sapaan ’Tante’,” tutur sumber tersebut. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Saat ini, di Partai Demokrat Ani duduk sebagai Wakil Bendahara I. Selain Ani, jajaran pengurus DPP yang disebut-sebut masuk dalam tim ini adalah Johnny Allen Marbun (Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan) dan Anas Urbaningrum (Ketua Bidang Politik). Mereka bergerak sesuai dengan bidang yang diketahuinya.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Selain Amanah dan Ani, ada dua tokoh lain yang bergerilya dari markas di Cipaku, yakni HA Mundzir dan Ferry Joko Juliantono. HA Mundzir atau biasa disapa Gus Mundzir adalah ulama NU asal Bangkalan, Madura. Ketua Yayasan Balai Pengobatan NU Sayyid Abdurrahman Jombang (Jatim) ini diberi tugas khusus mendekatkan Siti Fadilah ke kantong-kantong <i>nahdliyin</i> di Jawa Timur. Ia juga bertugas merangkul ulama-ulama dari lintas organisasi Islam di seluruh Indonesia. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Program penggalangan massa NU di Jatim cukup berhasil dengan mengawinkan program Depkes dan pesantren setempat dengan nama Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). ”Awalnya, Poskestren dicanangkan untuk 200 pesantren di Jawa Timur, tapi berkembang menjadi 400 pesantren di seluruh Indonesia,” ungkap Gus Mundzir kepada <i>Indonesia Monitor</i>, Selasa (24/6) pekan lalu.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Sementara, Ferry Joko Juliantono adalah Ketua Dewan Tani Indonesia. Sesuai ”habibatnya”, ia diberi mandat khusus untuk merekrut massa dari kalangan petani menjelang Pilpres 2009. Masuknya mantan Ketua DPP Partai Sarikat Indonesia (PSI) itu ke dalam tim Cipaku cukup beralasan. Pada Pilpres 2004 putaran kedua, PSI merupakan salah satu parpol pendukung SBY. Bahkan, Sekjen PSI Jumhur Hidayat, saat ini masuk ke pemerintahan SBY dan duduk sebagai Ketua BNP2TKI. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Ferry juga mengakui, saat ini ia berkantor di Jl Cipaku II No 13, dan saling kenal dengan Amanah. ”Kita saling bantu. Tapi, saya tidak masuk dalam tim Siti Fadilah,” elaknya kepada <i>Indonesia Monitor</i>. Ketika dikonfirmasi, Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI) itu masih berada di Guangzhou, Cina, untuk menghadiri undangan <i>All China Youth Federation</i>. Saat tiba di Tanah Air, ia langsung ditangkap polisi dan dijadikan tersangka dengan tudingan sebagai dalang dalam aksi demo rusuh di depan kampus Unika Atmajaya dan DPR. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Selain bergerilya dari Cipaku, Siti Fadilah juga memanfaatkan rumah dinas Menkes di Jl Denpasar Raya No 14, Kuningan, Jakarta Selatan, sebagai <i>base camp</i> kegiatannya. Selasa (24/6) malam, pekan lalu, misalnya, rumah Siti Fadilah disesaki ulama-ulama lintas organisasi Islam di Indonesia, seperti dari NU, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Al Wasliyah, dan Wahidiyah. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Menurut Gus Mundzir, di rumah Siti Fadilah minimal tiga kali sebulan digelar <i>istighatsah</i> dan pengajian. Meskipun yang punya rumah tidak ada, kegiatan tersebut tetap berjalan. ”Yang datang biasanya sekitar 200 ulama, santri, dan undangan dari berbagai kalangan,” ungkapnya.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Meski mengakui mengenal nama-nama tokoh yang disebut-sebut masuk tim suksesnya, Siti Fadilah mengelak dibilang sedang menggalang kekuatan untuk menghadapi Pilpres 2009. ”<i>Nggak</i> ada agenda politik,” ujar Siti Fadilah kepada <i>Indonesia Monitor</i>, Selasa (24/6) pekan lalu. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Ia mengakui di rumahnya memang sering digelar <i>istighatsah</i> atau doa bersama dengan ulama-ulama. Tapi, katanya, itu sekadar doa bersama, tak ada muatan politis. ”Saya hanya minta didoakan. Apalagi, hati saya merasa hangat jika dekat dengan ulama,” akunya. Soal ”lirikan” dan sanjungan SBY di hadapan menteri bidang Polhukam, ia tidak mau banyak komentar. ”Saya <i>no comment</i>. Saya nggak merasa dilirik.”</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Amanah dan Ani Pane setali tiga uang. Meski membantah ada agenda politik di markas Cipaku, Amanah mengaku kadang-kadang mampir ke rumah itu. ”Kalau kebetulan saya kelelahan di jalan, atau sekadar mampir untuk shalat,” tuturnya. Ani Pane bahkan sama sekali tak mau komentar. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Johnny Allen Marbun juga menepis tudingan SBY sedang ”main mata” dan ”menganak-emaskan” Siti Fadilah. Menurutnya, semua jajaran kabinet, baik laki-laki maupun perempuan, mendapat perhatian yang sama dari SBY. “Tidak benar itu. Semua menteri baik laki-laki maupun perempuan dicintai SBY,” paparnya.</span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Namun, Gus Mundzir sedikit membuka tabir. ”Sangat pas kalau Pak SBY memilih Bu Fadilah sebagai cawapres nanti. Meski beliau kader Muhammadiyah, ulama-ulama NU banyak yang senang. Apalagi, beliau punya massa riil.” </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Jika sinyal yang dilontarkan Gus Mundzir jadi kenyataan, yang bakal blingsatan tentunya Wapres Jusuf Kalla. Sebab, sampai akhir pekan lalu, tandem SBY di Pilpres 2004 itu belum tahu munculnya kabar agenda politik terselubung SBY-Siti. “<i>Wah</i>, saya malah baru tahu dari Anda,” ujar Aksa Mahmud, adik ipar Jusuf Kalla yang selama ini menjadi tim suksesnya. Meski begitu, Aksa menilai hal itu biasa saja. “Kita nggak merasa ditinggalkan, apalagi ditelikung,” lanjutnya. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">Meski Kalla nggak jadi kendala, SBY-Siti juga mesti berhitung. Yang perlu dipikirkan, apakah tandem mereka punya peluang di Pilpres 2009? Seberapa besar faktor Siti mendongkrak pamor SBY? Untuk mengujinya cukup mudah. “Coba tanyakan ke pedagang asongan, tahu nggak siapa itu Siti?” ujar pengamat politik UI Fachry Ali. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><span style="">“Kalau Siti KDI saya tahu,” tutur Usman (35), pedagang soto dorong yang sering mangkal di ujung Jl Cipaku II—30 meter dari markas tim sukses Siti Fadilah. </span><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><b><span style="">>> Sudarto, Dzikry Subhanie, Moh Anshari, Sri Widodo </span></b><span style=""><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><i><span style="">*) Tabloid “Indonesia Monitor” edisi 1 Tahun I/2-8 Juli 2008</span></i><span style=""><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-10587924807255672008-07-18T06:14:00.000-07:002008-07-18T11:41:51.755-07:00Burung Perkutut Putu Wijaya<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSHNxiVwidU2UNdoCQyJghjXdzFGzCDpqgvD6_tUQnZpXDsu48uTAXRBHk_wyr6rH8PKIXBF4azraTS6wy27McRB-dcyp00wxXAAT3-dADmdYdcnGhmQe1UlG-mUa_XwMXurF5ccVFXPSe/s1600-h/_dsc0710.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSHNxiVwidU2UNdoCQyJghjXdzFGzCDpqgvD6_tUQnZpXDsu48uTAXRBHk_wyr6rH8PKIXBF4azraTS6wy27McRB-dcyp00wxXAAT3-dADmdYdcnGhmQe1UlG-mUa_XwMXurF5ccVFXPSe/s320/_dsc0710.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5224425775728997170" border="0" /></a><br /><img src="file:///C:/Users/Syahrial/AppData/Local/Temp/moz-screenshot.jpg" alt="" />Ini adalah aksi seniman Putu Wijaya saat membawakan monolog “Burung Perkutut” di acara Peringatan Hari Dekrit 5 Juli 2008 dan Launching Tabloid Indonesia Monitor di Ballroom Kridangga, Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, pada 5 Juli 2008. Hadirin berulang kali memberikan aplaus atas penampilan seniman asal Bali yang begitu spektakuler. Putu membawakan monolog dengan cair dan sangat apresiatif sehingga sangat segar dan hidup. <span style="font-size:78%;">(Foto: Siap Bangun Negara/Indonesia Monitor)</span>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-86203483561878484692008-07-18T06:06:00.001-07:002008-07-18T11:33:52.006-07:00Ayo, Kembali ke Akal Sehat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/bung-karno.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 217px; height: 270px;" src="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/bung-karno.jpg" alt="" border="0" /></a><span style=";font-family:Times New Roman;font-size:small;" >Oleh:<span style="font-size:100%;"> </span><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Syahrial Nasution*</span></span></span><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">Syahrial_nasution@yahoo.com</span></span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">Keputusan DPR menyetujui pelaksanaan hak angket untuk menyelidiki kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) harus berjalan serius dan transparan. Bukan dagelan apalagi jadi bahan <em>bancakan </em>partai politik. Bongkar se</span></span><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">mua pihak yang te</span></span><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">rlibat kegiatan penyengsaraan rakyat tersebut. <span lang="SV">Bukan hanya<span> </span>pada tingkat pelaksana, termasuk para pejabat dan penjahat yang terlibat. </span>Temukan gembongnya, penjarakan!</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Sebab, inilah momentum penting bagi bangsa Indonesia supaya rakyat bisa keluar dari kondisi yang semrawut tatanan kehidupan sosial dan ekonominya. Tidak ada alasan bagi pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak taat terhadap Undang Undang (UU) dengan dilaksanakannya hak angket yang dimiliki Dewan. Karena, kebijakan subsidi BBM bukan dilahirkan oleh SBY. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Sehingga, tidak ada pula alasan bagi pemerintahan SBY melindungi segenap mafia yang terang-terangan mengisap darah rakyat dengan cara memanfaatkan jalur distribusi BBM untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok. <span lang="SV">Negeri kaya minyak kok seumur-umur rakyatnya harus mengantre minyak. Dari jaman sebelum kemerdekaan sampai hampir 63 tahun akan merdeka. <em>Duh… </em></span><em>Gusti!</em></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Kalau saja para <em>founding father</em> negeri ini masih dapat kesempatan memohon dari alam kubur sana, barangkali mereka akan minta untuk tidak pernah dilahirkan. <span lang="SV">Sebab, pengorbanan nyawa dan air mata sudah tak ada artinya. Bagaimana mungkin pengorbanan yang dilakukan terhadap negara dimana banyak keluarga tercerai-berai, isteri-isteri kehilangan suami, anak-anak menjadi yatim, terpisah dari orang tua dan saudara demi satu kata MERDEKA, saat ini bernasib tragis. Ibu pertiwi tidak saja hanya sedang menangis seperti lagu yang sering didendangkan, tapi meronta karena tak bisa berbuat apa-apa.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span lang="SV"><span> </span>Sejarah menuliskan bagaimana Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir dan Bung… Bung… yang tidak tersebut dalam catatan, telah menggariskan cetak biru negara ini sejak satu abad lampau. </span>Sebuah cita-cita telah disematkan di sanubari terdalam para pendiri bangsa yakni, <em>Menuju Masyarakat yang Adil dan Makmur</em>. Tapi, apa gerangan yang terjadi? Pengorbanan dan cita-cita itu hancur lebur tak tentu arah.</span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Pemerintahan yang sudah beberapa kali silih berganti lebih banyak bicara soal kekuasaan dan kepuasan. Entah kemana gerangan cita-cita luhur itu mencari persinggahan. Rakyat sakit bukan cuma fisik, tapi juga jiwa. Sebagai akibat dari ketidak mapanan dan kerapuhan kondisi sosial-ekonomi yang tak kunjung memadai. <span lang="SV">Sementara para pemimpin dan elite politik berasyik masyuk dengan permainan sendiri, lagi-lagi demi pribadi dan kelompok.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Krisis BBM –krisis energi– yang terus terjadi tanpa kunjung menemukan solusi hendaknya menjadi cermin bagi kita bahwa perjuangan idealisme, tidak bisa dititipkan. Sama halnya dengan orang-orang tua kita dulu yang tak pernah merasa diperintah untuk memanggul bambu runcing. Sejak penguasa Orde Baru memasuki sistem pemerintahan Republik ini, rakyat tetap salah urus. Begitu pula ketika Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid, era Megawati Soekarnoputri hingga Presiden SBY, tak kunjung mampu menjadi bersemayamnya sebuah cita-cita: menuju masyarakat yang adil dan makmur.</span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span lang="SV"><span> </span></span>Oleh karena itu, rakyat harus dibukakan hati dan pikirannya supaya bisa kembali berpikir jernih bahwa kesejahteraan tidak bisa hanya mengandalkan pemimpin yang senantiasa tebar pesona. <span lang="SV">Kemakmuran tidak mungkin digantungkan hanya pada keturunan seorang pemimpin besar. Dan keadilan tidak mungkin diraih lewat orang-orang yang hanya mampu menciptakan mimpi. Negara ini hanya akan maju oleh badan dan hati kita, sesuatu yang naif namun mengurai fakta. Kecuali, para pemimpin dan elite politik yang ada saat ini memang sengaja ingin rakyatnya terus dalam kondisi sakit.<span> </span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">Rakyat tengah menantikan Hak Angket DPR untuk menyelidiki dampak kenaikan harga BBM akan mampu mengubah nasib. Akan lahirnya kebijakan terhadap energi yang pro terhadap masa depan bangsa Indonesia. Bukan lahirnya kebijakan-kebijakan yang ngawur dan menguntungkan segelintir orang. Tunduk terhadap kepentingan perusahaan asing yang berpuluh tahun mengeksploitasi kekayaan alam bumi pertiwi. Dan tidak melakukan tindakan putus asa semisal proyek ‘Blue Energy’ untuk mengubah air menjadi minyak seperti yang didukung Presiden SBY. </span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;">Kita tidak sedang bermain sulap atau butuh tukang sihir untuk memperbaiki Ibu Pertiwi yang dirundung sedih ini. Yang kita perlukan adalah tekad dan langkah nyata. Untuk itulah <em>Indonesia Monitor</em> menyerukan sebuah Dekrit untuk mengatasi krisis dan kebuntuan yang dialami sebagian besar rakyat di negeri ini, ayo…!!! <em></em></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span><span> </span></span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:Times New Roman;font-size:small;" ><em>*) Penulis adalah wartawan senior. Tulisan ini diterbitkan untuk tajuk Tabloid Indonesia Monitor edisi 1 Tahun I/2-8 Juli 2008</em></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style=";font-family:Times New Roman;font-size:small;" ><em><br /></em></span></p>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7723103629407136843.post-17364189940203862772008-07-18T06:01:00.000-07:002008-07-18T11:32:13.690-07:00Jangan Lacurkan Idealisme Kami<p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV" style="font-size:130%;"><span style="font-family:Times New Roman;">Oleh: Syahrial Nasution</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV" style="font-size:130%;"><span style="font-family:Times New Roman;">Syahrial_nasution@yahoo.com</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV" style="font-size:130%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span><span> </span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span style="font-size:130%;"> </span><br /></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><a href="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/_dsc0747.jpg"><img class="alignright size-medium wp-image-52" src="http://erteos.files.wordpress.com/2008/07/_dsc0747.jpg?w=300&h=242" alt="" height="242" width="300" /></a></span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt;"><span lang="SV"><span style="font-size:small;"><span style="font-family:Times New Roman;"><br /></span></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;">Kehadiran <em>Indonesia Monitor </em>adalah sebuah tekad. Tekad dari sekumpulan<br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;">jurnalis muda yang merasa bahwa idealisme semestinya masih memiliki tempat di hati publik. Sebab, kondisi kesulitan sosial-ekonomi yang dialami masyarakat saat ini memang memungkinkan kita untuk mencari sisi-sisi dimana generasi muda yang ada harus berpikir tentang keberhasilan di masa depan. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Berangkat dari perjuangan para pendiri bangsa sejak satu abad lampau, kami mencoba merenungkan apa sesungguhnya yang salah dengan sejarah negeri ini, sehingga kondisi bangsa tak kunjung lepas dari keterpurukan. Tonggak kemerdekan pasca ikrar Proklamasi yang dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta 63 tahun silam, mestinya merupakan sebuah titik mula bagi bangkitnya negara bernama Indonesia. Namun, semangat dan cita-cita yang disematkan para <em>founding fathers</em> yakni, menuju masyarakat yang adil dan makmur hingga kini rasanya tak pernah bersemayam. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span lang="SV"><span> </span>Karena itu, kami para jurnalis muda yang pernah berkiprah dari berbagai media merasa tertantang untuk coba mengambil sisi idealisme dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dengan slogan <em>Lebih Jelas Lebih Tegas</em>, kami mencoba menyajikan kepada masyarakat bahwa kita tidak boleh diperbudak oleh harapan. Sebab, harapan itu sesungguhnya harus diraih dan diperjuangkan. Sehingga, muncullah sebuah gagasan untuk mendirikan tabloid <em>Indonesia Monitor</em> sebagai sebuah wadah penyaluran idealisme, pengembangan kreasi, dan arena pendidikan bagi masyarakat. </span>Sehingga ke depan akan kami jadikan media ini sebagai <em>one stop shopping politics in Indonesia</em>. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Dengan mengambil porsi 80 persen informasi politik, tabloid <em>Indonesia Monitor </em>akan menyajikan sejumlah informasi yang penting, perlu dan menjadi alat kontrol sosial terhadap kebijakan-kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah. Sebab, proses politik yang ada sejak dimulainya rezim Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi, <em>toh</em> tak kunjung mampu mengarah pada cita-cita para <em>founding fathers</em>. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Semoga langkah kami mendapatkan dukungan dari masyarakat dan jangan giring kami terhadap tindakan-tindakan yang dapat melacurkan idealisme. Justru, berikanlah kami kesempatan untuk berbuat dan melaksanakan apa yang kami cita-citakan untuk Republik ini. </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span>Dengan mengambil Hari Dekrit sebagai langkah awal untuk kembali, kami pun menempatkan tema Kembali ke Akal Sehat sebagai pertanda dimulainya babak baru mengembalikan arah politik negeri ini sesuai cita-cita <em>founding<span style="text-decoration: underline;"> </span>fathers</em>.(*)</span></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><br /></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:100%;"><span style="font-family:Times New Roman;"><span> </span><span> </span></span></span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:100%;"><em><span style="font-family:Times New Roman;">*) Penulis adalah wartawan senior. Tulisan ini disampaikan pada edisi ke-2 tabloid Indonesia Monitor 9-15 Juli 2008</span></em></span><br /><em></em></div>NASUTION.SYAHRIALhttp://www.blogger.com/profile/04263404995483833297noreply@blogger.com0